Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan asesmen:
1. Perencanaan
Aspek yang harus ada dalam perencanaan asesmen
adalah:
a. Memilih fokus asesmen pada aspek
tertentu dari diri klien
Salah satu penentu keberhasilan konseling adalah
kemauan dan kemampuan klien itu sendiri. Dalam konseling, keputusan akhir untuk
pemecahan masalah yang dihadapi ada pada diri klien. Konselor/ guru BK bukan
pemberi nasihat, bukan pengambil keputusan mengenai apa yang harus
dilakukan klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Karena itu, untuk keberhasilan konseling, klien dapat
bekerjasama dengan guru BK/konselor, dan dengan bantuan guru BK maka klien
diharapkan mampu memunculkan ide-ide pemecahan masalah, dan klien memiliki
keberanian serta kemampuan untuk mengambil keputusan, mampu memahami diri
sendiri, dan mampu menerima dirinya sendiri. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka konselor menentukan akan melakukan asesmen dengan
memfokuskan pada salah satu aspek dalam diri klien saja.
b. Memilih instrumen yang akan digunakan.
Setelah ditentukan fokus area asesmen, Anda dapat
merencanakan instrumen yang akan digunakan dalam asesmen. Banyak instrumen yang
dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis, observasi, inventori, dan
sebagainya. Tetapi untuk menentukan instrumen sangat tergantung pada
aspek apa yang akan diasesmen. Misalnya Anda akan melihat kerjasama klien dalam
konseling, maka instrumen dapat menggunakan checklist, tetapi apabila
Anda memfokuskan asesmen tentang kemampuan klien dalam memecahkan
masalah, maka Anda dapat mempergunakan tes psikologis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih
instrumen dalam asesmen diantaranya yaitu: (1) kemampuan guru BK sendiri, (2)
kewenangan guru BK (baik dalam mengadministrasikan maupun dalam interpretasi
hasilnya), (3) ketersediaan instrumen, (4) waktu yang tersedia, dan (5) dana
yang tersedia.
c. Penetapan waktu
Perencanaan waktu yang dimaksud adalah kapan asesmen
akan dilakukan. Penetapan waktu ini sangat erat berhubungan dengan persiapan
pelaksanaan asesmen. Persiapan akan banyak menentukan keberhasilan suatu
asesmen, misalnya mempersiapkan instrumen, tempat, dan peralatan lain
yang diperlukan dalam pelaksanaan asesmen. Apalagi jika pelaksana asesmen
tersebut bukan guru BK itu sendiri, misalnya karena instrumen yang digunakan
untuk asesmen adalah tes psikologis (tes intelegensi, inventori kepribadian,
tes minat jabatan, dan sebagainya). Dalam hal ini apabila guru BK tidak
memiliki kewenangan, maka guru BK dapat minta bantuan orang yang memiliki
kewenangan, misalnya psikolog atau orang yang telah memiliki sertifikasi yang
memberikan kewenangan untuk mengadministrasikan tes dimaksud.
d. Validitas dan reliabilitas
Apabila instrumen yang kita gunakan adalah buatan
sendiri atau dikembangkan sendiri, maka instrumen itu perlu diuji
validitas dan reliabilitasnya. Karena validitas dan reliabilitas merupakan
suatu syarat mutlak suatu instrumen asesmen. Namun apabila kita
menggunakan instrumen yang sudah terstandar, Anda tidak perlu mencari validitas
dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas memenuhi
persyaratan sebagai suatu instrumen.
2. Pelaksanaan
Setelah perencanaan asesmen selesai, selanjutnya
adalah bagaimana melaksanakan rencana yang telah dibuat tersebut. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melaksanakan asesmen adalah pelaksanaannya harus
sesuai dengan manual masing-masing instrumen. Manual suatu instrumen biasanya
memuat:
- cara mengerjakan
- waktu yang digunakan untuk mengerjakan asesmen
- kunci jawaban
- cara analisis
- interpretasi.
3. Analisis data
Langkah selanjutnya adalah analisis data, yaitu
melakukan analisis terhadap data yang diperoleh melalui instrumen yang
digunakan untuk mengambil data. Analisis dilakukan dengan mengikuti petunjuk
yang ada dalam manual masing-masing instrumen. Metode analisis
data dalam asesmen konseling sangat tergantung data yang diperoleh. Misal data
yang diperoleh berbentuk kualitatif atau data kuantitatif.
Apabila data bersifat kualitatif, maka kita melakukan
analisis data kualitatif. Metode analisis data kualitatif misalnya deskriptif
naratif. Wilcox (dalam Ratna Widiastuti, 2010) misalnya menggunakan
pendekatan ”key incident” dalam analisis deskripsi kualitatif
tentang kegiatan pendidikan. Pendekatan key incident memungkinkan bagi
kita untuk memasukkan sejumlah besar kesimpulan dari bermacam-macam data yang
berasal dari berbagai sumber, misalnya dari catatan lapangan, dokumen informasi
demografi, atau wawancara. Apabila banyak data kualitatif yang dianalisis
sementara asesmen masih berlangsung maka beberapa analisis dapat ditunda
pelaksanaannya sampai evaluator selesai melakukan asesmen. Saat melakukan
analisis data kualitatif, perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: a)
yakinkan semua data telah tersedia, b) buatlah salinan data untuk berjaga-jaga
kalau ada yang hilang, c) aturlah data dalam judul dan masukkan dalam file, d)
gunakan sistem kartu-kartu dalam map, e) periksa kebenaran hasil asesmen.
Apabila data bersifat kuantitatif maka analisis data
dilakukan dengan menggunakan statistik. Dalam bimbingan konseling, statistik
biasa digunakan untuk analisis data hasil tes psikologis, misalnya tes
inteligensi, tes bakat, dan sebagainya. Dewasa ini, program statistik dapat
dengan mudah dilakukan dengan bantuan komputer, seperti program excel, LISREL,
SPSS, dan sebagainya.
4. Interpretasi data
Interpretasi diartikan sebagai upaya mengatur
dan menilai fakta, menafsirkan pandangan, dan merumuskan kesimpulan yang
mendukung. Penafsiran harus dirumuskan dengan hati-hati, jujur, dan terbuka.
Berikut ini adalah hal-hal yang harus ada dalam interpretasi, yaitu:
1.Komponen untuk menafsirkan / interpretasi hasil
analisis data
Interpretasi berarti menilai objek asesmen dan
menentukan dampak
asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/ berwenang (Cronbach dalam Ratna Widiastuti, 2010)).
asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/ berwenang (Cronbach dalam Ratna Widiastuti, 2010)).
2. Petunjuk untuk menafsirkan analisis data
Worthen dkk. dalam Ratna Widiastuti, 2010) menyatakan
bahwa para evaluator telah mengembangkan metode yang sistematik untuk melakukan
interpretasi. Diantara metode-metode tersebut yang sering dipakai
akhir-akhir ini adalah: (1) menentukan apakah tujuan telah dicapai, (2)
menentukna apakah hukum, norma-norma, demokrasi aturan, dan prinsip-prinsip
etik tidak dilupakan, (3) menentukan apakah analisis kebutuhan telah dikurangi,
(4) menentukan nilai pencapaian, (5) bertanya kepada kelompok penilai,
melihat kembali data, menilai keberhasilan dan kegagalan, menilai kelebihan dan
kelemahan penafsiran, (6) membandingkan variabel-variabel penting dengan hasil
yang diharapkan, (7) membandingkan analisis yang dilaporkan oleh program yang
usahanya sama, dan (8) menafsirkan hasil analisis dengan prosedur
yang menghasilkannya. Namun demikian, menginterpretasikan data bukan hanya
pekerjaan evaluator saja, akan tetapi evaluator hanya memberikan
pandangan saja dari sekian banyak pandangan.
5. Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah menindak lanjuti hasil
asesmen atau penggunaan hasil asesmen dalam konseling. Beberapa kegiatan tindak
lanjut diantaranya adalah apakah konselee perlu melakukan konseling yang
memfokuskan pada aspek yang berbeda lainnya, apakah klien perlu mendapatkan
tritmen tertentu, atau bahkan bisa jadi konselee perlu mendapatkan rujukan (refferal)
kepada pihak ketiga. Rujukan diperlukan jika guru pembimbing/ konselor tidak
mempunyai kewenangan atau tidak mempunyai kemampuan untuk menangani masalah
yang dihadapi klien. Misalnya jika klien sudah mengalami gangguan psikotik,
maka klien perlu dirujuk ke psikiater; jika klien mengalami gangguan dislesia
maka perlu dirujuk ke terapis khusus yang menangani gangguan tersebut.
Untuk konseling yang berbasis individu, maka
langkah-langkah khusus peerlu dilakukan, yaitu dengan cara:
- menentukan fokus yang akan dinilai (misal cara klien dalam merespon, ide-ide pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan sebagainya)
- menentukan teknik untuk penilaian (misal dengan observasi, konferensi kasus, atau wawancara)
- menggunakan teknik penilaian yang telah ditentukan
- melakukan analisis data yang diperoleh dan membicarakan hasilnya dengan klien
- menanggapi data dengan cermat, dan
- melaporkan data yang telah diolah (laporan hasil konseling)
Wah sangat membantu.... Terima kasih ya...
BalasHapusTerimakasih
BalasHapusTERIMAH KASIH
BalasHapusBagus sangat membantu...
BalasHapusMantap, bisa membantu kami💪
BalasHapus